Stres Dan Rahasia Shalat Dalam Nasihat Lukman Al-Hakim

Pada periode September-Oktober yang lalu, saya sempat diminta untuk mengisi khutbah jumat di beberapa masjid di wilayah Pandaan, Bangil dan juga Surabaya.

Tidak banyak yang bisa saya sampaikan dalam khutbah dengan durasi hanya 15-20 menit, sedangkan mayoritas para jamaah yang memenuhi masjid adalah mereka yang sejak pagi sibuk bekerja, lalu berkesempatan ikut shalat jumat, yang pastinya nanti akan disambung dengan agenda makan siang sebelum akhirnya kembali lagi ke tempat kerja masing-masing. Yup, rutinitas rehat harian yang padat dan singkat.

Ilustrasi: goaceh.go

Walhasil, dalam khutbah jumat kali ini saya bawakan rangkaian surah Lukman ayat 12-19 yang kalau di hitung satu per satu dengan rinci, kita menemukan 9 perintah, 3 larangan dan 7 alasan yang mendasarinya. Dan saya yakin para pembaca juga sepakat bahwa tidaklah bijak mengulas poin-poin sebanyak itu di dalam khutbah jumat yang durasinya singkat.

Karena itu, saya memandang biarpun nantinya hanya bisa mengulas satu atau dua poin, namun saya berharap faidahnya bisa dipraktikkan para jamaah selama satu pekan berikutnya hingga saat mereka bertemu dengan khutbah jumat berikutnya.

Saya rasa membawakan materi-materi berat seperti tema-tema tsaqafah islamiyyah yang terkait dengan kebangkitan ummat secara global -meski keren dan intelek- namun bila nantinya hanya sekedar menjadi wacana, lalu dilupakan sesaat para jamaah keluar dari masjid, tentu sangatlah tidak bijak.

Nah, dari poin-poin yang jumlahnya belasan itu akhirnya saya ambil bagian tentang perintah shalat yang diberikan oleh Luqman kepada anaknya. Satu materi yang barangkali anda sendiri sebagai pembaca akan spontan mengernyitkan dahi, sebab materi ini adalah materi yang sangat lawas, klise dan ma'lum bidl dlarurah.

Benarkah demikian? Mari kita lanjutkan.

Singkat cerita, Lukman yang disebutkan oleh Ibnu Katsir bernama lengkap Luqman bin Anqaa' bin Saduun, dalam ayat ke-17 dari surah Luqman berkata menasihati Tsaaran putranya:

 يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17)

"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)."

Ada tiga poin utama yang disebutkan secara ringkas dalam ayat itu:

1. Dirikan Shalat.
2. Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar.
3. Sabar dalam perjalanan tersebut.

Yang secara sepintas adalah poin-poin yang sungguh biasa dan barangkali sudah kita dengar ratusan kali atau bahkan ribuan kali di berbagai kesempatan.

Namun, pernahkah kita sejenak memperhatikan hubungan antara shalat, amar ma'ruf nahi munkar dan sabar?

Hmm... Ada ide yang menarik?

Tentu! Ada banyak sekali ide dalam menghubungkan 3 poin ini.

Sebagai pengantar, mari kita simak salah satu arahan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berikut ini:

عَن عَبدِ اللهِ بنِ عَمرِو بنِ العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مُرُوا أَولاَدَكُم بِالصَّلاَةِ وَهُم أَبنَاءُ سَبعِ سِنِينَ، وَاضرِبُوهُم عَلَيهَا وَهُم أَبنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَينَهُم فِي المضَاجِعِ))؛ رَوَاه أَحمَد وَأَبُو دَاوُد.
Dari Abdullah bin Amr din Al-Ash Radhiyallahu Anhuma: bahwasannya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: "Perintahkan kepada anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka karena (malas) shalat saat mereka berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah mereka (laki dan perempuan) di tempat tidur." Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.

Hadis ini selalu mengingatkan saya satu momen saat saya mengisi pengajian di salah satu masjid di bilangan Singosari Malang sekitar 10 tahun yang lalu. Saat itu dalam sesi tanya jawab, seorang ibu paruh baya menyampaikan keluhan sekaligus pertanyaan kepada saya: "Ustadz, saya punya anak lelaki kelas 1 SMA yang males-malesan shalat dan terkadang meninggalkan shalat. Bagaimana cara mengatasinya?"

Saat itu saya tersentak dan seperti mati kutu untuk menjawabnya. Sebab, yang seperti ini biasanya menjadi momen untuk mengucapkan: "Wis kasep tur salah kawitane" bagi orang jawa, atau: "Qad faatal awaan" bagi orang arab badwi yang ringkasnya: sudah telat... pake banget.

Lalu hubungannya dengan hadits sebelumnya apa?

Sangat jelas.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberi arahan sederhana; perintahkan anakmu untuk shalat mulai umur 7 dan pukul dia saat umur 10, yang pada gilirannya hal ini akan mengeliminir kebingungan kita saat anak-anak kita memasuki usia 16 lalu nekat meninggalkan shalat.

Logikanya begini, para pembaca tentu kenal hewan keledai yang dianggap sebagai hewan yang bebal dan lambat faham. Tapi, sebebal apapun keledai, binatang ini masih bisa dilatih dengan baik melalui pengulangan, entah barangkali dengan sepuluh atau dua puluh kali pengulangan hingga ia bisa mengerti tugasnya. Dari fenomena inilah terucapkan dalam pepatah arab: "At-Tikraar yu'allimul khimaar." Bahwa pengulangan itu bisa mengajari si keledai yang dungu itu. Kalau keledai saja bisa diajari, apalagi anak manusia! Logika Mafhum Muwafaqah kata para ahli ushul fiqh.

Karenanya, mari kita sama-sama hitung dengan cermat. Bila anda memerintahkan anak anda untuk shalat 5 kali sehari, anda gendong dia untuk mengambil air wudhu untuk berwudhu, lalu anda bawa dia ke masjid untuk shalat jamaah sejak ia berumur 7 tahun. Maka setelah satu tahun yang berisi 365 hari itu, anda dipastikan telah sukses melatihnya shalat sebanyak 1825 kali! Satu angka yang sangat banyak jumlahnya, melebihi jumlah pengulangan dalam melatih seekor keledai!

Tambah dua tahun berikutnya, bila anda masih konsisten melakukan itu hingga mereka mendekati umur 10, maka itu berarti anda telah sukes melatih anak anda shalat jamaah di masjid sebanyak 5475 kali! Nah!!

Kalau sudah begini, tidakkah anda setuju bahwa anak-anak ini layak untuk dipukul bila kemudian saat masuk umur 10 tahun mereka malas atau bahkan nekat meninggalkan shalat? Setelah ribuan kali dilatih? Melebihi puluhan kali keledai dilatih?

Saat itu, saya hanya ber-husnuzhan bahwa ibu yang bertanya tersebut sudah menjalankan tugasnya, namun karena pergaulan dan pengaruh teman-temannya, anaknya berubah menjadi malas.

Yang kedua, yang juga membuat saya tersentak adalah: barangkali pertanyaan ibu ini bak iceberg tip atau fenomena puncak gunung es yang hanya terlihat sedikit nyembul di atas air laut padahal di bawah airnya tersembunyi sebuah gunung es yang membahayakan!

Saya khawatir, hal seperti ini terjadi di mayoritas keluarga muslim di Indonesia, karena dari fenomena ini akan muncul sesuatu yang lebih mengerikan lagi yang akan saya unjukkan di akhir tulisan ini.

Lalu, mengapa saya hanya menyoroti shalat?

Mari kita ikuti arahan lain sekaligus nubuwat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ العَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ، أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ " (رَوَاهُ البُخَارِي)
Dari Abu Hurairah (Radhiyallahu Anhu), dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam beliau telah bersabda: "Ada tujuh (golongan) yang akan dinaungi Allah dalam naungannya di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Rabbnya, lelaki yang hatinya terikat dengan masjid, dua orang lelaki yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, lelaki yang diminta (berbuat zina) oleh perempuan yang punya derajat lagi cantik, lalu ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, lelaki yang bersedekah hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, lelaki yang mengingat Allah saat sendirian lalu berlinanglah air matanya." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.

Silahkan anda perhatikan kelompok kedua dan ketiga dalam hadits tersebut.

Tidakkah kita pernah merenungkan bagaimana asal-muasal munculnya kelompok "Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Rabbnya"?

Apakah mereka bisa muncul begitu saja, ujug-ujug tanpa latihan, tanpa pembiasaan dan tanpa didikan?

Adakah keluarga-keluarga muslim yang mengabaikan shalat anak-anaknya, di mana tak pernah si anak disuruh shalat, tak pernah ia dibawa ke masjid, lalu saat masuk SMA tiba-tiba dia tumbuh dalam beribadah? Lalu sim salabim muncullah kelompok kedua yang tersebut di atas? Apa mungkin?

Di sini kita akan faham mengapa Lukman Al-Hakim memerintahkan anaknya untuk shalat dan mengapa para nabi dan rasul ramai-ramai memerintahkan ajaran yang sama: tegakkan shalat sebelum amar ma'ruf nahi munkar dan bersabar.

Karena shalat adalah pintunya!

Nah, sekarang lihat kelompok ketiga dalam hadits di atas.

Tidakkah kita pernah memikirkan bagaimana asal-muasal munculnya kelompok "Lelaki yang hatinya terikat dengan masjid"?

Apakah ujug-ujug mereka muncul tanpa pernah melewati ribuan kali latihan shalat berjamaah bersama ayah di masjid saat kanak-kanak? Tanpa pernah menjadi anggota kelompok "Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Rabbnya"?

Sekali lagi kita akan faham mengapa Lukman Al-Hakim mendahulukan urusan shalat sebelum urusan amar ma'ruf nahi munkar dan sabar.

Karena shalat adalah langkah pertamanya!

Sebelum seorang dai mampu melakukan amar ma'ruf nahi munkar, maka dia harus melatih dirinya untuk shalat dengan baik. Sebab shalat adalah koneksi dirinya dengan Rabb! Hubungan spiritualnya dengan Allah!

Maka manusia yang terkoneksi secara ajeg dengan Allah akan melihat urusan amar ma'ruf nahi munkar ini menjadi sesuatu yang mudah karena ia tahu ia sedang terkoneksi dengan Allah yang mampu memudahkan segala sesuatu, baik dengan memberinya kesuksesan saat menyeru atau memberinya sifat sabar saat mendapat tantangan dalam menjalani tugasnya.

Maka anda jangan takjub jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri rutin ber-tahannuts, beribadah di gua Hira sebelum menerima wahyu yang pertama, karena itu memang tahapan awalnya.

Sekarang, mari masing-masing kita melihat anak-anak kita.

Adakah mereka sibuk dengan ibadah? Terbiasa ngumpul di masjid?

Ataukah sebaliknya, lebih memilih nongkrong di warung-warung kopi sambil nyangking smartphone dan chargernya, mengakses wifi dan menghabiskan waktunya di dunia Mobile Legends? Di mana mereka abai saat adzan berkumandang? Men-skip shalat berjamaah di masjid?

Lihat pula masjid-masjid kita.

Apakah ramai kita dengar di dalamnya canda tawa anak-anak kita, ataukah justru hanya melihat orang-orang tua yang berjalan perlahan-lahan dan tertatih-tatih karena asam urat menuju shaf depan, di mana kita tidak pernah jumpa para remaja, pemuda dan para ayah usia produktif di sana?

Jika itu yang terjadi, maka anda bisa faham mengapa kaum muslimin disebut bagaikan buih banjir di tepian muara.

Saat anak-anak kita merasa masjid sebagai tempat yang tak nyaman, gara-gara takmirnya sering berteriak "Hush, jangan ribut...!" atau terasa agak angker karena malam hari selalu terkunci dan gelap gulita, atau barangkali membosankan karena kegiatannya itu-itu saja. Maka anda akan tahu seberapa pentingnya masjid buat anak-anak kita.

Saat pemuda-pemuda kita merasa masjid terasa jadul, ketinggalan jaman dan menjadi simbol keterbelakangan. Maka anda akan tahu bagaimana nilai masjid di mata mereka.

Saat para ayah merasa berat melangkahkan kaki ke masjid karena kesibukan kerja lebih mengasyikkan. Maka anda akan faham bagaimana nilai masjid dibanding hebatnya jabatan dan pekerjaan mereka.

Generasi tak terlatih seperti ini, akan menghasilkan generasi yang tak terlatih berikutnya, bak lingkaran setan yang tiada habisnya.

Padahal, potensi shalat sangatlah unggul dalam mengatasi stres. Potensi masjid juga sangatlah luar biasa dalam mengatasi tekanan hidup.

Tidakkah kita pernah membaca bagaimana para shahabat terikat hatinya dengan masjid? Bahkan Ali Radhiyallahu Anhu, bilamana bertengkar dengan istrinya, ia lari ke masjid, berbaring hingga tertidur di sana, sampai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam membangunkannya dengan panggilan wahai Abu Turab, karena wajahnya tertutup debu lantai masjid?

Teringatlah saya kembali, bahwa dulu, di tahun 80-an pun sebenarnya masih banyak kita jumpai tradisi turu langgar, di mana anak-anak belasan tahun lebih suka tidur di langgar dan surau dari pada tidur di rumahnya sendiri, baik karena alasan agar tidak ketinggalan shalat subuh berjamaah, atau alasan takut dianggap sebagai anak mami yang tidurnya dikelonin bunda di rumah.

Begitulah, saat kaum muslimin kehilangan kesadaran akan pentingnya shalat dan pentingnya masjid, maka akan muncul generasi anak-anak manja dan pemuda-pemuda lemah mental di antara mereka yang tak sanggup menerima cobaan.

Diejek sedikit, dia stres. Kena bully sedikit, dia stres. Putus cinta, dia stres. Nilai jelek dia stres. Gagal masuk universitas negeri dia stres. Lalu nekat bertindak ugal-ugalan, membahayakan diri, bahkan melilitkan tali tambang di leher, lalu bunuh diri!

Nah, sekarang pembaca pasti sudah memahami mengapa artikel ini diberi judul "Stres Dan Rahasia Shalat" kan?

Barangkali di antara pembaca ada yang pernah mendengar nama Aokigahara, satu hutan subur seluas 30 kilometer persegi yang terletak sekitar 100 kilometer sebelah barat Tokyo, di sisi barat laut gunung Fuji, yang kesohor sebagai tempat bunuh diri remaja-remaja Jepang. Aokigahara adalah salah satu bukti tentang kisah generasi modern yang nir koneksi dengan Rabbnya.

Alasan seperti kesendirian yang menyebabkan depresi biasanya menjadi pemicu bunuh diri di kalangan dewasa dan manula mereka. Adapun alasan stres dan ekonomi lebih banyak mendorong kaum muda Jepang untuk melakukan bunuh diri yang uniknya dilakukan setelah pulang kantor.

Walhasil, kita tidak berharap anak-anak kita bertindak seekstrim itu dalam menyikapi tantangan hidup. Juga bahkan tidak berharap mereka lebay dan mengumbar emosinya di akun-akun lini masa yang mereka miliki. Sebab mereka punya shalat sebagai obat mujarab dalam mengatasi tekanan-tekanan itu.

Shalat di samping merupakan simpul koneksi terkuat dengan Allah, juga merupakan pencegah aksi keji dan munkar, plus... sekaligus penentram hati.

Jadi, kalau sekarang anda tertekan, segeralah ambil air wudhu, lalu berkunjunglah ke masjid, lalu shalatlah, entah itu shalat thuhur atau shalat tahiyyatul masjid, lalu rasakan kekuatan hubungan anda dengan Sang Khaliq semakin menguat dan menentramkan hati anda.

Baiklah para pembaca, sampai jumpa di masjid, di mana kita bisa meramaikan dan memakmurkannya.

Dan untuk para jamaah shalat jumat hari ini, saya berharap bahwa sedikit sisi tentang shalat, bisa menjadi sesuatu yang praktikal, hingga pekan depan, saat anda semua duduk lagi sebagai jamaah shalat jumat berikutnya.

No comments:

Post a Comment

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts