An-Nakiroh dan Al-Ma’rifah (bagian 12)

Al-Maushul


 

Pembentukan Mashdar Muawwal Dari أَنْ Dan Jumlah Fi’liyyah

Untuk أَنْ sebagai Al-Maushul, ia hanya bisa dihubungkan dengan Jumlah Fi’liyyah (kalimat yang diawali oleh Fi’il). Jumlah Fi’liyyah yang dimaksud ada tiga macam, yaitu:

  1. Mengandung Fi’il Mudhari’ (sekarang dan akan datang).

  2. Mengandung Fi’il Madhi (lampau).

  3. Mengandung Fi’il Amr (perintah).


Ahli bahasa sepakat menggunakan yang pertama sebagai Mashdar Muawwal, namun untuk yang kedua dan ketiga, terjadi perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya keduanya dijadikan Mashdar Muawwal. Dan dalam pembahasan berikut, hanya akan dibahas pendapat yang membolehkannya.

  1. Al-Maushul dengan Fi’il Mudhari’:


Contoh: Firman Allah:

وَأَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ

(Dan kalian berpuasa itu lebih baik buat kalian). Al-Baqarah 184.

Pada ayat di atas terdapat satu Jumlah Fi’liyyah setelah Harf أَنْ yaitu kalimat تَصُوْمُوْا, sebab kalimat ini, meskipun pendek, sebenarnya sudah mengandung 2 unsur utama Jumlah Fi’liyyah, yaitu Fi’il (kata kerja) dan Fa’il (pelaku kata kerja). Dalam hal ini, yang menjadi Fi’il-nya adalah kata تَصُومُوا yang artinya berpuasa, sedangkan Fa’il-nya adalah dhamir atau kata ganti أَنْتُمْ yang menjelaskan siapa yang berpuasa, yaitu “kalian.”

Pada ayat di atas, kata أَنْ berfungsi sebagai Al-Maushul sedangkan kalimat تَصُومُوا berfungsi sebagai shilah-nya.

Untuk membuktikan bahwa أَنْ benar-benar berfungsi sebagai Al-Maushul, maka kita bisa men-ta’wil atau mengungkapkan ayat ini dalam bentuk lain yaitu dengan mengganti أَنْ تَصُوْمُوْا dengan satu Mashdar (kata dasar) yang diambil dari Shilah-nya (تَصُوْمُوْا) yaitu صِيَامٌ (Puasa) sehingga kalimat dalam ayat tersebut bisa diungkapkan dengan:

وَصِيَامُكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ

(Dan puasa kalian lebih baik untuk diri kalian).

Dari hasil ta’wil atau penggantian ini, ternyata tidak ada perubahan arti yang mencolok dari makna ayat yang sesungguhnya sebelum dilakukan ta’wil, sebab makna “Puasa kalian” tidak jauh berbeda dengan makna “Kalian berpuasa.” Dengan demikian terbukti bahwa أَنْ dalam ayat di atas berfungsi sebagai Al-Maushul.

  1. Al-Maushul dengan Fi’il Madhi:


Contoh: Firmah Allah:

أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ

(Apakah kamu heran bahwa telah datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu)  Al-A’raf 63.

Pada ayat di atas terdapat satu Jumlah Fi’liyyah setelah Harf أَنْ yaitu kalimat جَاءَكُمْ ذِكْرٌ (Telah datang kepada kamu peringatan).

Kalimat ini telah mengandung 2 unsur utama Jumlah Fi’liyyah, yaitu Fi’il yang dalam contoh ini adalah kata جَاءَ dan satu Fa’il yaitu ذِكْرٌ.

Pada ayat di atas, kata أَنْ berfungsi sebagai Al-Maushul sedangkan kalimat جَاءَكُمْ ذِكْرٌ berfungsi sebagai shilah-nya.

Untuk membuktikan bahwa أَنْ benar-benar berfungsi sebagai Al-Maushul, maka kita bisa men-ta’wil ayat ini dalam bentuk lain yaitu dengan mengganti أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ dengan satu Mashdar yang diambil dari Fi’il yang menjadi Shilah-nya yaitu مَجِيْءٌ (Kedatangan) sehingga kalimat dalam ayat tersebut bisa diungkapkan dengan:

أَوَعَجِبْتُمْ مَجِيْءَ ذِكْرٍ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ

(Apakah kamu heran terhadap datangnya peringatan kepada kalian dari Tuhanmu).

Dari hasil ta’wil ini, ternyata tidak ada perubahan arti yang mencolok dari makna ayat yang sesungguhnya sebelum dilakukan ta’wil, sebab makna “Datangnya peringatan” tidak jauh berbeda dengan makna “Telah datang peringatan.” Dengan demikian terbukti bahwa أَنْ dalam ayat di atas berfungsi sebagai Al-Maushul.

  1. Al-Maushul dengan Fi’il Amr:


رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا

(Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu," maka kamipun beriman.) Ali Imran 193.

Pada ayat di atas terdapat satu Jumlah Fi’liyyah setelah Harf أَنْ yaitu kalimat ءَامِنُوْا بِرَبِّكُمْ (Berimanlah kepada Tuhanmu).

Kalimat ini telah mengandung 2 unsur utama Jumlah Fi’liyyah, yaitu Fi’il yang dalam contoh ini adalah kata ءَامِنوا dan satu Fa’il yaitu Dhamir أَنْتُمْ yang mewakili “Kalian.”

Pada ayat di atas, kata أَنْ berfungsi sebagai Al-Maushul sedangkan kalimat ءَامِنُوْا بِرَبِّكُمْ berfungsi sebagai shilah-nya.

Untuk membuktikan bahwa أَنْ benar-benar berfungsi sebagai Al-Maushul, maka kita bisa men-ta’wil ayat ini dalam bentuk lain yaitu dengan mengganti أَنْ ءَامِنُوْا بِرَبِّكُمْ dengan satu Mashdar yang diambil dari Fi’il yang menjadi Shilah-nya yaitu إِيْمَاناً (Keimanan) sehingga kalimat dalam ayat tersebut bisa diungkapkan dengan:

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإِيمَانِ إِيْمَانًا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا

(Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu," maka kamipun beriman.)

Dari hasil ta’wil ini, ternyata tidak ada perubahan arti sama sekali dari makna ayat yang sesungguhnya sebelum dilakukan ta’wil, sebab makna أَنْ ءَامِنُوْا tidak berbeda dengan makna إِيمَانًا karena kedua-duanya dalam bahasa Arab bermakna perintah, yaitu: “Berimanlah.” Dengan demikian terbukti bahwa أَنْ dalam ayat di atas berfungsi sebagai Al-Maushul.

Pembentukan Mashdar Muawwal Dari مَا Dan Shilahnya

Untuk مَا sebagai Al-Maushul, ia bisa dihubungkan dengan Jumlah Ismiyyah (kalimat yang diawali oleh Isim) ataupun Jumlah Fi’liyyah (kalimat yang diawali oleh Fi’il) selama Fi’il yang digunakan adalah Fi’il Mutasharrif (sempurna derivasinya) dan bukan Fi’il Amr (kata kerja perintah).

  1. Contoh untuk مَا dengan Jumlah Ismiyyah.


لاَ أُصْحِبُكَ ماَ زَيْدٌ صَدِيْقُكَ

(Aku tidak akan menemanimu saat Zaid menjadi temanmu).

Pada contoh di atas terdapat ماَ sebagai Al-Maushul yang diikuti oleh Shilah-nya berupa satu Jumlah Ismiyyah, yaitu: زَيْدٌ صَدِيْقُكَ dengan kata زَيدٌ sebagai Mubtada’ dan kata صَدِيْقُكَ sebagai Khabar-nya.

Dan jika kita lakukan ta’wil pada Al-Maushul serta Shilah-nya hingga menjadi Masdar Muawwal, maka kalimat di atas bisa kita ganti dengan suatu Masdar yang diambil dari kata اَلكَونُ (Keberadaan) atau dari kata صَدِيقٌ yang bermasdar مُصَادَقَةٌ sehingga contoh di atas bisa kita ungkapkan seperti berikut ini:

لاَ أُصْحِبُكَ كَوْنَ زَيْدٍ صَدِيْقُكَ

(Aku tidak akan menemanimu saat Zaid menjadi temanmu).

لاَ أُصْحِبُكَ مُصَادَقَتَكَ زَيْدًا

(Aku tidak akan menemanimu selama engkau bersahabat dengan Zaid).

Dari dua ta’wil di atas, kita bisa simpulkan bahwa makna dua kalimat di atas tidak jauh berbeda dari makna yang dikandung oleh contoh pada awal pembahasan, yaitu: “Aku tidak akan menemanimu saat Zaid menjadi temanmu.”

Dengan demikian bisa kita simpulkan pula bahwa مَا pada contoh di atas memang berfungsi sebagai Al-Maushul yang dalam ilmu Nahwu lebih dikenal sebagai Maa Al-Masdariyyah karena Jumlah Ismiyyah yang menjadi Shilah-nya bisa di-ta’wil menjadi Masdar.

  1. Contoh untuk مَا dengan Jumlah Fi’liyyah.


لاَ أَرضَى عَنكَ ماَ صَاحَبتَ زَيدًا

(Aku tidak ridha kepadamu tentang engkau bersahabat dengan Zaid).

Pada contoh di atas terdapat ماَ sebagai Al-Maushul yang diikuti oleh Shilah-nya berupa satu Jumlah Fi’liyyah, yaitu: صَاحَبْتَ زَيْدًا dengan kata صَاحَبْتَ sebagai Fi’il dan Fa’il. Dan bila kita lakukan ta’wil pada Al-Maushul serta Shilah-nya hingga menjadi Masdar Muawwal, maka kalimat di atas bisa kita ganti dengan suatu Masdar yang diambil dari kata صَاحَبتَ yang bermasdar مُصَاحَبَةٌ, sehingga contoh di atas bisa kita ungkapkan seperti berikut ini:

لاَ أَرضَى عَنكَ مُصَاحَبَتَكَ زَيدًا

(Aku tidak ridha kepadamu tentang persahabatanmu dengan Zaid).

Dari ta’wil di atas, kita bisa simpulkan bahwa makna kalimat di atas tidak jauh berbeda dari makna yang dikandung oleh contoh sebelumnya, yaitu: “Aku tidak ridha kepadamu tentang engkau bersahabat dengan Zaid.”

Dengan demikian bisa kita simpulkan pula bahwa مَا pada contoh di atas memang berfungsi sebagai Al-Maushul karena Jumlah Fi’liyyah yang menjadi Shilah-nya bisa di-ta’wil menjadi Masdar.

 

(bersambung)

 

No comments:

Post a Comment

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts