Ramadhan sudah lewat. What next?

Terkadang sesuatu yang sudah pernah kita pelajari, kita dengar dan kita lakukan menjadi sesuatu yang baru ketika diulas kembali oleh orang yang berbeda dengan sudut pandang yang berbeda. Sungguh maha hebat kuasa Allah Ta'ala yang menganugerahi manusia kemampuan re-visi dan re-kreasi pemahamannya.

Ilustrasi: www.the-faith.com

Salah satu contohnya, adalah tolok ukur kita tentang kesuksesan dalam ber-Ramadhan. Apakah kesuksesan kita hanya diukur dengan tarawih yang tak pernah bolong, puasa yang tak pernah keluar rumah -karena badan yang terlanjur lemas karena menurunnya gula darah-, tadarrus yang full per hari 1 juz, atau zakat fitrah yang sesuai syari'at?

Hari ini kebetulan sekali yang mengisi khutbah Jum'at adalah Al-Ustadz Muammal Hamidy. Beliau membahas beberapa hal yang sedang ramai dibicarakan di media massa seperti perbedaan penentuan awal bulan, puasa Syawwal dan juga standar kesuksesan dalam ber-Ramadhan.

Sungguh tidak ada niat khusus ketika menulis artikel ini, jika kemudian saya justru memulai dari yang paling akhir yang dibahas oleh Al-Ustadz Muammal, karena memang saya masih teringat beberapa materi kajian yang sempat saya sampaikan di akhir Ramadhan tentang hal yang sama yaitu: standar kesuksesan ber-Ramadhan.

Sukseskah kita dalam Ramadhan?

Al-Ustadz Muammal Hamidy menyampaikan dalam khutbahnya salah satu kriteria kesuksesan Ramadhan yaitu bertambahnya ketaatan kita selepas Ramadhan. Beliau membawakan suatu ungkapan:

Ù„َÙŠْسِ الْعِÙŠْدُ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ù„َبِسَ الْجَدِÙŠْدَ Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْعِÙŠْدُ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ø·َاعَاتُÙ‡ُ تَزِÙŠْدُ

"Tidaklah hari raya itu milik orang yang memakai (pakaian) baru, hanyasanya hari raya itu, milik orang yang ketaatannya bertambah."

Ungkapan ini sering dianggap hadits oleh banyak orang, namun belum saya temukan sumbernya kecuali dalam kitab Lathaiful Ma'arif karya Ibnu Rajab Al-Hambaly yang saya yakin hanya komentar beliau saja dalam kitabnya.

Dan sebagaimana yang pembaca faham secara literal, bertambahnya ketaatan tidak kurang maknanya dari bertambahnya ketaatan kita kepada aturan, tata-tertib, hukum-hukum yang diajarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Jika sebelum Ramadhan kita sering shalat munfarid, lalu dilatih di dalam Ramadhan agar terbiasa berjama'ah, maka pasca Ramadhan mudah-mudahan kita lebih bersemangat lagi untuk berjama'ah atau setidaknya mempunyai semangat yang sama seperti ketika Ramadhan.

Jika sebelum Ramadhan kita tilawah Al-Qur'an sehari 2 lembar, lalu melatih diri di dalam Ramadhan agar mampu menghabiskan 1 juz setiap ba'da tarawih, maka pasca Ramadhan mudah-mudahan kita bisa membaca 2 juz siang dan malam atau minimal mampu melewatkan waktu dengan membaca 1 juz per hari yang tentu jauh lebih bermanfaat dari mendengar lagu-lagu di MP3 player kita atau melewatkan hari menikmati live show musik di TV via acara Dahsyat, Derings atau yang lain.

Jika sebelum Ramadhan kita berinfaq per pekan Rp.10.000,- hingga Rp.20.000,- , lalu memberanikan diri dalam Ramadhan untuk berinfaq Rp.50.000,- per pekan, maka pasca Ramadhan mudah-mudahan kita mempunyai keberanian lebih untuk merogoh kantong lebih dalam untuk berinfaq Rp.100.000,- per pekan.

Diakui atau tidak, mengukur kesuksesan dalam ber-Ramadhan tidak dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan yang semua orang tahu kalau Allah SWT sedang "SALE" atau "OBRAL" pahala.  Mudah-mudahan ungkapan saya tentang sale dan obral ini tidak dianggap hiperbolik atau lebay menurut istilah anak-anak muda zaman sekarang.

Mengukur kesuksesan dalam ber-Ramadhan justru dilihat dari "Maa ba'da Ramadhan" atau dalam bahasa media disebut "Pasca Ramadhan."

Selain hal yang disebutkan oleh Al-Ustadz Muammal Hamidy, banyak pula tulisan-tulisan yang membahas tentang kriteria-kriteria kesuksesan dalam Ramadhan ini. Tentu saja para pembaca bisa googling dan menemukan banyak ulasan menarik di Internet. Di antaranya:
  • Ketaqwaan yang bertambah, karena Shiyamu Ramadhan tidak lain untuk memburu gelar itu.

  • Iman yang semakin kuat, karena seluruh rangkaian ibadah Ramadhan adalah bentuk taqarrub paling massif yang bisa dilakukan kaum muslimin secara serentak, periodik, kontinyu dan jama'i. Anda boleh membayangkan bagaimana Masjidil Haram ketika dikerumuni orang-orang yang sedang thawaf ketika musim haji, namun hal tersebut terbatas hanya kepada orang-orang yang mampu secara fisik dan finansial saja yang kalau dihitung-hitung kalah jauh dengan massifnya kaum muslimin dalam bertaqarrub saat "musim" Ramadhan. Semakin massif, semakin dekat dengan Allah. Semakin dekat dengan Allah, semakin kuat iman seseorang.

  • Akhlaq yang semakin mulia, karena banyak konsep Tarbiyyah Ramadhaniyyah yang bersentuhan erat dengan akhlaq seperti menjaga lidah agar tidak dusta, membantu kaum lemah juga mengendalikan hawa nafsu yang hakikatnya adalah latihan ketat dalam berakhlaq mulia.

  • Semangat memakmurkan masjid, karena secara kasat mata kita akan melihat bagaimana kaum muslimin yang biasanya disibukkan oleh perdagangan, usaha, bisnis dan kesibukan-kesibukan duniawi di luar masjid, mendadak berlomba-lomba memenuhi masjid untuk meraih semua kebaikan.
Dan masih banyak lagi yang bisa disimpulkan sebagai kriteria keberhasilan dalam ber-Ramadhan.

Selanjutnya, kita bisa merenung sebentar dan bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita mampu mempertahankan pencapaian kita selama bulan Ramadhan di 11 bulan berikutnya? Apakah kita bisa istiqamah hingga bertemu Ramadhan berikutnya?

Ataukah Ramadhan akan selalu menjadi "Festival Tahunan" yang ditutup dengan puncaknya yaitu "Festival Mudik" yang dibarengi "Festival Kemungkaran" yang dilakukan puluhan ribu anak-anak muda yang mengotori malam Iedul Fithri dengan kongkow-kongkow di pinggir jalan, membakar petasan, kebut-kebutan dan bermesra-mesraan dengan anak gadis orang?

Mengingat kembali nukilan Ibnu Rajab di atas... Hari raya yang sebenarnya, hanyalah milik orang yang ketaatannya bertambah pasca Ramadhan lalu diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu...

Masya Allah, rasanya kedua kelopak mata ini sudah berkaca-kaca hendak menumpahkan air mata penyesalan atas dosa-dosa yang melumuri diri dan pada saat yang sama hati merasakan kebahagiaan atas ampunan yang menjelang bagi hamba-hambanya yang mau kembali dan bertaubat kepada-Nya...

Puasa Syawwal

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Abu Ayyub Al-Anshary Radhiyallahu 'Anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Ù…َÙ†ْ صَامَ رَÙ…َضَانَ Ø«ُÙ…َّ Ø£َتْبَعَÙ‡ُ سِتًّا Ù…ِÙ†ْ Ø´َÙˆَّالٍ Ùƒَانَ ÙƒَصِÙŠَامِ الدَّÙ‡ْرِ

"Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan enam hari dari bulan Syawwal, maka hal itu seperti puasa satu tahun."

Tentu maknanya bahwa rangkaian ibadah ini tidak melanggar larangan Rasulullah  Shallallahu 'Alaihi Wasallam agar tidak puasa setahun penuh karena memang yang dimaksud Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam hadits di atas adalah nilai pahalanya.

Hal ini sangat mudah dicerna karena dalam nash yang lain disebutkan bahwa setiap amal kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipatnya sehingga kalau kita mau menggunakan "Matematika Pahala" -istilah yang saya buat ketika masih menjadi santri- maka pahala Shiyam Ramadhan yang kita anggap berisi 30 hari lalu ditambah 6 hari Shiyam Syawwal, maka jumlah totalnya adalah 36 hari yang bila pahalanya dilipat gandakan menjadi 10 kali, maka hasilnya adalah pahala puasa 360 hari alias satu tahun penuh karena rata-rata jumlah hari dalam tahun hijriyyah adalah berisi 354 hari.

Selain manfaat pahala seperti yang tersebut di atas, Shiyam Syawwal membantu kita mempertahankan semangat Ramadhan kita. Sebab, seringkali selepas Ramadhan, kaum muslimin melakukan balas dendam kebiasaan. Melakukan apa yang biasa dilakukan sebelum Ramadhan, baik itu tidak menjaga pola makan, pola hidup, pola ibadah, yang lebih parah lagi kembali kepada kemungkaran-kemungkaran sebelum Ramadhan.

Dengan Shiyam Syawwal, degradasi semangat yang mungkin muncul dalam diri bisa dibendung dan diarahkan sedemikian rupa sehingga kita mampu membuktikan bahwa kita sukses dalam latihan-latihan massif selama bulan Ramadhan itu.

Baiklah, rasanya sudah dekat waktu maghrib, saya harus "ngabuburit Syawwal," mumpung semangat Ramadhan masih ada... Mudah-mudahan para pembaca bisa meraih kebaikan sebanyak-banyaknya dan mempertahankan pencapaian dengan maksimal hingga bertemu Ramadhan tahun depan...

Kutunggu kedatanganmu kembali wahai Ramadhan...

1 comment:

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts