Riba Jalanan

Dalam suatu kesempatan ba'da ashar, saya mencoba melewati beberapa ruas jalan di kota Bangil yang mulai menggeliat dengan pedagang kaki lima yang menyediakan aneka warna makanan ta'jil dan buka puasa. Salah satunya tepat di depan rutan sebelum pasar Kidul yang saat itu terlihat lengang karena belum waktunya "ngabuburit" namun beberapa pedagang kue sudah memarkir gerobaknya di sepanjang ruas jalan itu.

Foto: Dokumen Pribadi

Dengan perlahan-lahan saya kendarai motor sambil tengok kanan dan kiri, terpakulah pandangan saya pada beberapa orang yang memegang tumpukan uang kertas baru dalam pecahan kecil dan dipamerkan kepada para pengendara yang lewat seperti hasil jepretan saya di atas. Penukar uang, begitulah kira-kira saya menyebutnya.

Setelah pulang, saya sempat bertanya kepada beberapa orang yang berkunjung ke rumah, apakah punya pengalaman dengan penukar uang jalanan. Ada yang menceritakan pengalamannya bahwa kalau ingin mendapatkan uang Rp.100.000,- dalam pecahan lima ribuan misalnya, maka mereka harus mengeluarkan Rp.105.000,- atau terkadang Rp.110.000,- tergantung lokasi transaksinya.

Hal ini mengingatkan saya kepada Terminal Joyoboyo Surabaya yang di dalamnya ada juga penukar khusus uang logam untuk kembalian penumpang angkot yang biasanya jika para supir angkot tersebut hendak menukar Rp.10.000,- misalnya, maka ia hanya mendapatkan uang logam senilai Rp.9.000,-.

Hal yang sama juga mengingatkan saya kepada seorang kawan yang menjadi petugas penagihan atau petugas kasir pembayaran listrik di kantor PLN yang secara rutin harus menukarkan uang pecahan besar yang terkumpul di kasir untuk ditukarkan dengan pecahan kecil di sebuah SPBU dengan imbalan berkisar antara Rp.10.000,- hingga Rp.20.000,- tergantung banyaknya uang yang hendak ia tukar.

Mengingat ini semua, fikiran saya langsung teringat kepada beberapa hadits yang menceritakan beberapa transaksi barter di zaman itu yang kurang lebih sama.

Salah satunya, kisah berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَعْمَلَ رَجُلاً عَلَى خَيْبَرَ فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا قَالَ : لا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلاَثَةِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَفْعَلْ بِعِ الْجَمْعَ بِالدَّرَاهِمِ ثُمَّ ابْتَعْ بِالدَّرَاهِمِ جَنِيبًا.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mempekerjakan seorang laki-laki untuk (mengurus) Khaibar, lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan membawa kurma yang sudah dipisahkan (dari yang jelek-jelek). Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bertanya: "Apakah setiap kurma Khaibar seperti ini?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengambil satu sha' dari (jenis) ini dengan (menukar) dua sha' dan (kami mengambil) dua sha' dengan (menukar) tiga sha'. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: "Jangan kau lakukan (itu). Jual kurma campuran dengan uang dirham, kemudian belilah dengan uang dirham itu kurma yang telah dipisahkan (dari yang jelek-jelek). (H.S.R. Al-Bukhary)

Yang menunjukkan tukar-menukar atau jual beli jenis yang sama -dalam hadits di atas adalah kurma- tidak boleh ada perbedaan takaran. Artinya, jika memang satu jenis, maka tidak boleh dua liter ditukar satu liter atau dua sha' ditukar dengan satu sha'.

Dalam hadits lain disebutkan pula:

عَنْ أَبُو بَكْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ.

Dari Abi Bakrah Radhiyallahu 'Anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam: "Jangan engkau jual emas dengan emas kecuali yang sama dengan yang sama dan perak dengan perak kecuali yang sama dengan yang sama dan juallah emas dengan perak dan perak dengan emas sebagaimana yang kalian kehendaki." ( H.S.R. Al-Bukhary).

Dari hadits ini dan hadits-hadits yang semakna, para ulama' membuat istilah untuk bentuk transaksi seperti ini yaitu Riba Fadhl yang hukumnya haram sesuai dengan larangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di dalamnya.

Ketika emas ditukar dengan emas dengan berat yang sama, maka hal yang demikian tidak menjadi masalah karena tidak ada yang dirugikan atau diuntungkan. Namun ketika salah satu fihak menambah baik menambah jumlah emas yang ia tukarkan, menambah sejumlah uang atau menambah dengan benda lainnya, maka hal ini termasuk yang dilarang oleh hadits di atas karena ada fihak yang dirugikan.

Barangkali akan muncul pertanyaan, "Apa ada orang yang kurang kerjaan menukar satu ons emas 23 karat dengan satu ons emas 23 karat?" Bisa iya bisa tidak, tergantung bentuk emasnya.

Bisa terjadi jika fihak pertama memiliki satu ons emas pecahan 1 dinar yang ia ingin tukarkan dengan satu ons emas pecahan setengah dinar atau seperempat dinar karena di dalam hal ini ada manfaat pecahan kecil tersebut.

Dan tidak mungkin terjadi dan tidak masuk akal kalau fihak pertama memiliki satu ons emas pecahan 1 dinar lalu ingin menukarnya dengan emas pecahan 1 dinar pula, sebab tidak ada manfaatnya dan menambah pekerjaan sia-sia saja.

Bila kemudian dinar di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadi alat tukar resmi dalam perdagangan dan berlaku aturan dan larangan yang disebutkan di hadits di atas, maka demikian pula mata uang modern baik rupiah ataupun dollar, berlaku hukum yang sama seperti halnya aturan dinar dan dirham karena memiliki 'Illat yang sama yaitu fungsinya sebagai alat tukar.

Oleh karena itu, transaksi penukaran uang di jalanan dengan model seperti ini adalah terlarang dan haram karena termasuk Riba Fadhl.

Lalu, adakah solusi untuk tukar-menukar seperti ini?

Tentu ada. Karena Islam tidak melarang sesuatu kecuali memberi ganti solusi yang lebih baik. Seperti halnya Islam melarang zina, maka Islam membuka pintu pernikahan sebagai solusi menyalurkan syahwat secara syar'i. Juga seperti larangan memakan babi, Islam menggantinya dengan membuka lebar-lebar pintu makanan-makanan halal yang bermacam-macam dan lezat.

Solusi yang pertama adalah seperti yang dicontohkan dalam hadits pertama yaitu menukar dengan benda yang tidak sejenis, seperti kurma berjenis jelek ditukar dengan dirham, lalu dirham yang didapatkan ditukar dengan kurma yang berjenis baik.

Lho, apakah ini tidak termasuk bermain-main atau tipu muslihat dalam transaksi??

Tentu tidak, karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang mengajarkan, maka ini adalah solusi yang syar'i dan sama sekali tidak ada pelanggaran.

Lalu bagaimana praktiknya dengan tukar menukar uang di jalanan ini?

Secara sepintas terlihat merepotkan dan seperti kurang kerjaan. Yaitu, menukar rupiah pecahan besar kita dengan benda lain atau mata uang lain semacam dollar misalnya, lalu menukar dollar dengan uang pecahan kecil yang dijual di pinggir jalan ini.

Repot? tentu... sebab terpaksa harus ada yang jualan dollar agar bisa dibarter dengan rupiah pecahan kecil.

Solusi kedua, akad dirubah dengan model Iijaar atau perburuhan. Artinya, fihak pembeli menjadi tuan atau bos, sementara fihak kedua yang biasanya menjual uang di jalanan ini, menjadi buruh upahan dari si pembeli untuk menukarkan uangnya di bank dengan jumlah yang sama, lalu kemudian fihak pertama memberi upah atas keringat fihak kedua dalam mengantri di Bank yang membutuhkan waktu tersebut. Mirip seperti kita mengupah calo untuk membelikan tiket pesawat atau tiket kereta api.

Merepotkan? tentu... sebab terlihat tidak praktis, karena sampai berapa lama fihak pertama menunggu fihak kedua mengantri? Okelah kalau buruhnya jujur, kalo uang dibawa kabur?

Masya Allah... memang susah hidup dalam masyarakat yang tidak mengerti ajaran-ajaran Islam seperti ini. Maka solusi terakhir dan yang paling aman adalah... Anda berangkat ke Bank dan tukarkan uang Anda sendiri... jangan malas atau terkena adzab Riba Jalanan.

(Sebenarnya masih bisa diupayakan solusi-solusi syar'i lainnya... hanya saja, ini sudah jam satu malam... saya harus out sekarang)

1 comment:

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts