Al-Mu'rob dan Al-Mabni (bagian 4)

Isim-isim Yang Dianggap Sebagai Jam’ul-Mudzakkar Salim

Selain dari Jama’ Mudzakkar Salim yang murni, ada juga beberapa isim yang sebenarnya tidak masuk kriteria Jama’ Mudzakkar Salim tetapi bahasa arab memperlakukannya seperti Jama’ Mudzakkar Salim, di antaranya adalah:

1.   Isim Jama’ (Isim yang berarti jamak dan tidak ada bentuk tunggalnya).

Contoh: أُوْلُوْ (yang punya…), عَالَمُوْنَ (alam semesta), عِشْرُونَ (dua puluh) dan yang semisalnya.

2.   Jama’ Taksir (jamak yang pembentukannya tidak seperti Jama’ Mudzakkar Salim/Muannats Salim).

Contoh: بَنُوْنَ (Anak-anak), حَرُّوْنَ  (tanah-tanah yang keras), أَرْضُوْنَ (bumi-bumi), سِنُوْنَ (tahun-tahun) dan yang semisalnya.

Ciri-cirinya

Jamak yang seperti ini terdapat pada Fi’il Tsulatsi (kata kerja yang terdiri dari tiga huruf) yang dibuang Laam Fi’il-nya atau huruf ketiganya dan diganti dengan Haa’ Ta’nits (Taa’ Marbuthoh) dan tidak dijadikan Jama’ Taksir sepenuhnya.

Seperti: عِضَةٌ (bagian) yang berasal dari fi’il عَضَا yang kemudian dibuang huruf ketiganya yaitu huruf Alif-nya dan diganti dengan Haa’ Ta’nits hingga menjadi عِضَةٌ dan jamaknya adalah عِضُوْنَ.

Contoh lain: عِزَةٌ (kelompok orang) menjadi عِزُوْنَ dan ثُبَةٌ (kelompok penunggang kuda) menjadi ثُبُوْنَ .

Contoh-contoh firman Allah yang mangandung jamak seperti ini:

1. كَمْ لَبِثْتُمْ فِيْ الأَرْضِ عَدَدَ سِنِيْنَ

(Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?")

2. الَّذِيْنَ جَعَلُوْا الْقُرْآنَ عِضِيْنَ

((yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi.)

3. عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِيْنَ

(Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?)

Yang tidak termasuk hal ini

Pembentukan seperti ini tidak bisa dilakukan pada beberapa Mufrod (tunggal) tertentu seperti:

  1. تَمْرَةٌ (sebuah kurma) karena tidak ada huruf yang dibuang.

  2. عِدَةٌ (janji) dan زِنَةٌ (bobot/ukuran berat) karena yang dibuang adalah Faa’ Fi’il-nya sebab kata yang pertama asalnya adalah وَعَدَ sementara kata yang kedua asalnya adalah وَزَنَ yang kemudian dibuang huruf Wau dari kedua tersebut.

  3. يَدٌ (tangan) dan دَمٌ (darah) karena tidak ada penggantian atau pembuangan huruf.

  4. أُخْتٌ (saudara perempuan) dan بِنْتٌ (anak perempuan) karena huruf penggantinya adalah Taa’ biasa dan bukan Taa’ Marbuthoh.

  5. شَاةٌ (domba) dan شَفَةٌ (bibir) karena kedua kata tersebut mempunyai Jama’ Taksir yaitu شِيَاهٌ dan شِفَاهٌ .


3.   Jama’ Tash-hih (Jamak yang dibentuk sesuai Mudzakkar Salim) yang tidak terpenuhi syaratnya.

Contoh: أَهْلُوْنَ (ahli-ahli) dan وَابِلُوْنَ (hujan-hujan deras), karena keduanya bukan ‘Alam (nama orang/daerah) dan bukan pula Shifah (kata sifat) dan karena وَابِلٌ adalah sesuatu yang tidak berakal.

4.   Jama’ Mudzakkar Salim yang digunakan sebagai nama orang atau daerah.

Contoh: عِلِّيُّوْنَ dan زَيْدُوْنَ yang digunakan sebagai nama orang.

Untuk kelompok ini boleh menggunakan 3 cara I’rob, yaitu:

  1. Menggunakan huruf Wau dan Yaa’ dalam I’rob-nya seperti Jama’ Mudzakkar Salim biasa.


Contoh:

جَاءَ زَيْدُوْنَ          (telah datang si Zaidun) - Rafa’.

رَأَيْتُ زَيْدِيْنَ         (aku telah melihat si Zaidun) - Nashab.

مَرَرْتُ بِزَيْدِيْنَ       (aku melewati si Zaidun) - Jarr.

  1. Menganggapnya seperti غِسْلِيْنٌ (cairan yang mengalir dari daging/kulit ahli neraka) dengan menetapkan huruf Yaa’ pada semua kedudukan I’rob dan menggunakan Harakat yang diletakkan pada huruf Nun sebagai tanda I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal) biasa.


Contoh:

جَاءَ زَيْدِيْنٌ           (telah datang si Zaidun) - Rafa’.

رَأَيْتُ زَيْدِيْناً         (aku telah melihat si Zaidun) - Nashab.

مَرَرْتُ بِزَيْدِيْنٍ       (aku melewati si Zaidun) - Jarr.

  1. Menganggapnya seperti عَرَبُوْنٌ (uang muka) dengan menetapkan huruf Wau pada semua kedudukan I’rob dan menggunakan Harakat yang diletakkan pada huruf Nun sebagai tanda I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal) biasa.


Contoh:

جَاءَ زَيْدُوْنٌ          (telah datang si Zaidun) - Rafa’.

رَأَيْتُ زَيْدُوْناً         (aku telah melihat si Zaidun) - Nashab.

مَرَرْتُ بِزَيْدُوْنٍ       (aku melewati si Zaidun) - Jarr.

Perhatian

Selain yang disebutkan di atas, terkadang ditemukan pula kalangan arab yang menggunakan Jama’ Mudzakkar Salim sebagai nama orang dengan cara menetapkan huruf Wau pada semua posisi I’rob serta memberi Fat-hah pada huruf Nun di akhir kata tanpa ada perubahan.

Seperti:

جَاءَ زَيْدُوْنَ          (telah datang si Zaidun) - Rafa’.

رَأَيْتُ زَيْدُوْنَ        (aku telah melihat si Zaidun) - Nashab.

مَرَرْتُ بِزَيْدُوْنَ       (aku melewati si Zaidun) - Jarr.

Hal ini mirip penggunaan Mutsanna (bentuk dua) yang selalu diakhiri Nun ber-kasroh tanpa perubahan Alif menjadi Yaa’ pada posisi Nashab dan Jarr.

Seperti:

جَاءَ زَيْدَانِ           (telah datang dua orang Zaid) - Rafa’.

رَأَيْتُ زَيْدَانِ         (aku telah melihat dua orang Zaid) - Nashab.

مَرَرْتُ بِزَيْدَانِ        (aku melewati dua orang Zaid) - Jarr.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Rafa’, Nashab dan Jarr-nya Jama’ Mudzakkar Salim yang digunakan sebagai nama orang melalui cara ini adalah dengan harakat dhommah, fat-hah dan kasroh yang diperkirakan ada pada huruf Wau yang ada di tengah kata yang harakat tersebut tidak mungkin tampil secara zhahir karena susah dalam mengucapkannya ketika berada pada posisi Rafa’ dan Jarr. Sementara pada posisi Nashab ia diperlakukan seperti Rafa’ dan Jarr.

Contoh harakat asli pada posisi Rafa’:

جَاءَ زَيْدُوُنَ dengan dhommah di atas huruf Wau yang lebih susah diucapkan daripada جَاءَ زَيْدُوْنَ .

Contoh harakat asli pada posisi Jarr:

مَرَرْتُ بِزَيْدُوِنَ dengan kasroh pada huruf Wau yang lebih susah diucapkan daripada مَرَرْتُ بِزَيْدُوْنَ .

Contoh harakat asli pada posisi Nashab:

رَأَيْتُ زَيْدُوَنَ  yang harakat fat-hah di atas huruf Wau dirubah menjadi harakat sukun yang berarti memperlakukan Nashab seperti  Rafa’ yang harus menggunakan huruf Wau pada Jama’ Mudzakkar Salim atau seperti Jarr yang harus menggunakan harakat sukun di atas huruf Yaa’ pada Mutsanna, hingga menjadi رَأَيْتُ زَيْدُوْنَ .

Namun semua keruwetan ini bisa disanggah dengan dua sanggahan:

  1. Jikalau ini adalah cara yang fashih (benar digunakan oleh orang Arab sebagai pemilik bahasa) maka itu berarti mengharuskan adanya perkiraan I’rob tepat di tengah-tengah kata –pada huruf Wau-, padahal ini tidak pernah ada dalam bahasa Arab. Sebab dalam bahasa Arab, perkiraan I’rob hanya ditemukan di akhir kata dan bukan di tengahnya.

  2. Dengan cara ini bisa dimunculkan sebuah Isim yang diakhiri huruf Wau yang huruf sebelumnya ber-dhommah yang tanda-tanda I’rob dari Isim tersebut diperkirakan pada huruf yang ber-dhommah tadi.


Contoh: زَيْدُوْ (si Zaidu) adalah sebuah kata yang diakhiri huruf Wau yang sebelumnya adalah sebuah huruf ber-dhommah yaitu huruf Daal yang di atas huruf inilah tanda-tanda I’rob diperkirakan.

Padahal isim yang seperti ini tidak ada contohnya dalam bahasa Arab. Sebab dalam grammatikal bahasa Arab, sesuatu bisa dijadikan teori, kaidah ataupun rumus bahasa jika memang dijumpai contohnya dalam bahasa Arab.

Dengan demikian, cara yang terakhir ini (pada sub perhatian) adalah bahasa buatan dan bukan bahasa yang fashih.

Tambahan

Ada pula yang memperlakukan بَنُوْنَ dan سِنُوْنَ seperti غِسْلِيْنٌ sehingga dibaca sebagai بَنِيْنٌ dan سِنِيْنٌ dengan menetapkan huruf Yaa’ pada semua posisi I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod meskipun bermakna jamak dan tidak menggunakannya sebagai nama orang/daerah. Berbeda dengan cara yang sebelumnya (yang disebutkan pada sub perhatian), cara ini termasuk cara yang fashih sebab digunakan oleh orang arab yang mengerti betul menggunakan bahasa ini.

Contoh bait syair sebagai dalil penggunaannya:

وَكَانَ لَنَا أَبُو حَسَنٍ عَلِيٌّ      أَبًا بَرًّا، وَنَحْنُ لَهُ بَنِيْنُ

“Adalah Abu Hasan Ali R.A seorang bapak yang baik bagi kami dan kami adalah anak-anak (yang baik) baginya.” (Ucapan Sa’id bin Qais di hadapan Muawiyyah R.A)

Perhatikan kata-kata بَنِينُ pada bait di atas yang tetap menggunakan huruf Yaa’ padahal dalam posisi Rafa’ yaitu posisi Mubtada’ Muakhkhor (Mubtada’ yang diakhirkan).

Bahkan ada pula yang menggunakan cara ini pada tiap Jama’ Mudzakkar Salim dan apapun yang dianggap Jama’ Mudzakkar Salim.

Ringkasan Jama’ Mudzakkar Salim

Ringkasnya, Jama’ Mudzakkar Salim mempunyai 5 versi I’rob, yaitu:

  1. Menggunakan huruf Wau pada posisi Rafa’ dan menggunakan huruf Yaa’ pada posisi Nashab dan Jarr seperti yang sudah dijelaskan pada awal pembahasan Jama’ Mudzakkar Salim.


I’rob seperti ini adalah I’rob yang paling banyak dipakai dan yang paling fashih (paling baik).

Contoh:  الزَّيدُوْنَ (posisi Rafa’).

الزَّيدِيْنَ (posisi Nashab/Jarr).

  1. Menetapkan penggunaan huruf Wau pada semua kedudukan I’rob dan menggunakan harakat bertanwin yang diletakkan pada huruf Nun sebagai tanda I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal) biasa.


I’rob seperti ini lebih lemah dari I’rob yang pertama.

Contoh:  زَيْدُوْنٌ (posisi Rafa’).

زَيْدُوْنًا (posisi Nashab).

زَيْدُوْنٍ (posisi Jarr).

  1. Menetapkan penggunaan huruf Wau pada semua kedudukan I’rob dan menggunakan harakat yang tidak bertanwin yang diletakkan pada huruf Nun sebagai tanda I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal) biasa.


I’rob yang ketiga ini lebih lemah dari I’rob yang kedua.

Contoh:  زَيْدُوْنُ (posisi Rafa’).

زَيْدُوْنَ (posisi Nashab).

زَيْدُوْنِ (posisi Jarr).

  1. Menetapkan penggunaan huruf Yaa’ pada semua kedudukan I’rob dan menggunakan harakat bertanwin yang diletakkan pada huruf Nun sebagai tanda I’rob-nya dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal) biasa.


I’rob seperti ini setingkat dengan I’rob yang kedua.

Contoh:  زَيْدِيْنٌ (posisi Rafa’).

زَيْدِيْنًا (posisi Nashab).

زَيْدِيْنٍ (posisi Jarr).

  1. Menetapkan penggunaan huruf Wau pada semua kedudukan I’rob dan mengakhirinya dengan huruf Nun yang berharakat fat-hah tanpa tanwin dan menganggapnya seperti Mufrod (kata tunggal). Kemudian digunakanlah harakat dhommah, fat-hah dan kasroh yang diperkirakan pada huruf Wau sebagai tanda I’rob-nya.


I’rob yang kelima ini adalah yang paling lemah, bahkan ada yang menganggapnya sebagai buatan orang karena tidak ditemukan contohnya dalam bahasa Arab yang fashih dan terlihat terlalu dipaksakan.

Contoh:  زَيْدُوْنَ (posisi Rafa’) yang aslinya adalah زَيْدُوُنَ.

زَيْدُوْنَ (posisi Nashab) yang aslinya adalah زَيْدُوَنَ.

زَيْدُوْنَ (posisi Jarr) yang aslinya adalah زَيْدُوِنَ.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts