Tanya Jawab Tentang MLM


Berikut beberapa pertanyaan yang lazim ditanyakan tentang MLM.





  1. Bolehkah MLM itu?




Jawab:


Secara umum, sistem MLM (yang selalu menganjurkan rekrutmen anggota) termasuk usaha yang legal secara syar’i karena MLM adalah ikhtiar duniawi yang benar-benar murni inovasi keduniaan. Rasulullah SAW sendiri menyerahkan urusan duniawi kepada umatnya, sabda beliau:


أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ (مسلم)


Kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian.”




Demikian pula disebutkan dalam kaidah fiqih yang terkenal:


اَلأَصْلُ فِيْ الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ


Asal dari segala sesuatu adalah boleh.”




Dalam masalah mua’malah terutama perdagangan, terdapat firman Allah yang membolehkan perdagangan secara umum, yaitu:


وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ (البقرة 275)


Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”




Karena sistemnya tidak ada masalah, maka yang menjadi sorotan kemudian adalah produk yang dijual oleh MLM tersebut. Apakah mengandung unsur pelanggaran syariat atau tidak.


Dalam perdagangan, Rasulullah SAW memberi batasan, bahwa perdagangan yang diperbolehkan adalah perdagangan produk yang tidak diharamkan oleh syari’at. Sabda Rasulullah SAW:


إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ (أبو داود)


Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka ia haramkan (pula) atas mereka harganya (hasil penjualannya).”




Hadits ini merupakan pengecualian dari ayat halalnya perdagangan secara umum, sehingga perdagangan yang diperbolehkan adalah perdagangan yang produknya tidak diharamkan oleh syariat. Dengan demikian, jika suatu sistem perdagangan, apakah itu grosir, eceran, MLM, e-commerce dan yang lainnya menjual produk-produk yang diharamkan seperti babi, bangkai, darah dan minuman keras, maka hukumnya berubah menjadi haram.


Begitupula apabila jenis perdagangan itu mengandung unsur riba (bunga berbunga) dan gharar (tidak jelas produknya). Misalnya, suatu MLM yang bersifat investasi dengan nilai jutaan rupiah, menjanjikan income tetap per bulannya yang nilainya melebihi nilai investasinya, maka ini jelas riba berlipat ganda. Sebab ketika seseorang menginvestasikan 10 juta rupiah misalnya, lalu berhasil mendapatkan income 20 juta rupiah secara tetap per tahun dan bukan nilai persentase dari keuntungan perusahaan, maka ini adalah riba yang terlarang. Sebab investasi sama dengan meminjamkan uang, dan bila hasil yang didapatkan dari peminjaman uang tersebut lebih dari 100%, bukankah ini riba yang diharamkan?


Sama halnya apabila suatu MLM menawarkan produk yang tidak jelas, dengan sistem undian misalnya, maka sistem seperti ini sama dengan seseorang yang menjual sesuatu dengan sistem undian, di mana si pembeli tidak pernah tahu, akan mendapat sepatu ataukah tas. Perdagangan seperti ini adalah perdagangan yang terlarang. Dalam sebuah riwayat disebutkan:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (مسلم)


Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata: “Rasulullah S.A.W. telah melarang jual beli hashah (jual beli yang tergantung pada jatuhnya batu) dan jual beli gharar (tak jelas).”




Dengan demikian jelaslah, bahwa MLM bisa dihukumi mubah bila produknya adalah sesuatu yang mubah dan menjadi haram bila produknya adalah sesuatu yang haram.





  1. Termasuk dalam kategori apakah MLM itu?




MLM termasuk dalam sistem perdagangan.





  1. Apakah MLM sama dengan judi?




MLM bukan judi, MLM hanyalah sistem perdagangan yang tidak mengandung unsur untung-untungan yang ada dalam perjudian.





  1. Bila semua orang ikut MLM, bukankah sistem jaringan MLM akan merugikan anggota yang paling akhir, karena ia tidak akan dapat merekrut anggota lagi (sebab semua orang sudah ikut MLM)?




Jawab:







    • Perlu difahami bahwa tujuan perusahaan perdagangan menggunakan sistem MLM adalah untuk mendapatkan konsumen yang loyal dengan produk-produk perusahaan. Setiap perusahaan MLM pasti menawarkan 2 hal: produk dan keanggotaan atau biasa disebut hak usaha.






Produk yang ditawarkan biasanya bermutu sangat tinggi dan tidak akan dijumpai di pasar bebas karena sistem promosinya berlangsung dari mulut ke mulut.


Sedangkan keanggotaannya adalah keanggotaan dengan sistem berjenjang yang sekaligus sebagai hak usaha. Hak usaha yang dimaksud adalah, bahwa seorang anggota bisa menjadi agen perusahaan dalam memperkenalkan produk dan keanggotaan tersebut. Dengan menjadi anggota, maka ia berhak mendapatkan produk dengan harga anggota dan menjualnya dengan harga konsumen.


Apabila ia menggunakan hak usahanya dengan cara merekrut seseorang untuk menjadi anggota (menjadi agen perusahaan), maka perusahaan akan memberi komisi langsung dan juga komisi berkelanjutan apabila orang baru tersebut juga berhasil merekrut anggota. Inilah yang disebut royalti, yaitu hak mendapatkan komisi berkelanjutan apabila agen berikutnya mampu menjual atau merekrut orang lain lagi untuk bergabung.


Perlu digarisbawahi bahwa; seorang anggota tidak diwajibkan mencari anggota baru, sebab ia bisa saja melakukan penjualan secara individual seperti halnya perdagangan konvensional yang mengandalkan toko atau pasar yang tentu saja keuntungannya juga seperti keuntungan pedagang di toko yang barangkali mengambil 10-30% keuntungan dari harga jual.


Ketika proses rekrutmen tidak menjadi sesuatu yang wajib, apakah layak kita simpulkan bahwa MLM murni Dharar dan merugikan?


Berbeda halnya kalau perusahaan mewajibkan anggota-anggota jaringannya untuk melakukan perekrutan dan memberi sanksi pemecatan terhadap anggota-anggota yang tidak berhasil merekrut. Sebab kondisi seperti ini tentu saja akan membuat khayalan kita menggambarkan akhir sebuah jaringan yang tidak ada lagi orang yang bisa direkrut sehingga perusahaan pasti memecat anggota-anggota yang sudah mendaftar dengan biaya tertentu. Jika -sekali lagi jika- ini terjadi, pastilah ini merugikan anggota terakhir dan pastilah ini Dharar.


Tapi bukankah di atas sudah disimpulkan bahwa rekrutmen anggota adalah tidak wajib?


Dan bukankah fakta membuktikan bahwa tidak ada satu pun perusahaan MLM yang memberi sanksi pemecatan atas anggota yang tidak berhasil merekrut orang? Kalaupun kita anggap bahwa perusahaan MLM yang memberi sanksi pemecatan seperti ini benar-benar ada, maka bukankah perusahaan tersebut akan bangkrut karena tidak ada yang berminat karena takut dipecat? Kalaupun kita paksakan bahwa perusahaan tersebut punya peminat banyak sehingga tercapai akhir jaringan yang anggota-anggota terakhir tidak dapat menemukan orang yang bisa direkrut sehingga mereka terpaksa dipecat, maka bukankah Dharar seperti ini hanya terjadi dalam khayalan kita saja dan tidak pernah terjadi dalam dunia nyata?


Dengan demikian tuduhan Dharar pada sistem MLM tidak pernah terbukti, baik secara khayal apalagi secara nyata.







    • Dari sisi lain, kita bisa lihat fakta yang membuktikan bahwa tidak semua orang bersedia ikut MLM. Menurut statistik, dari 220 juta penduduk Indonesia, hanya 10 juta orang saja yang mau bergabung dalam perusahaan MLM, itu artinya tidak sampai 5% penduduk yang mau bergabung. Oleh karena itu, kata “Bila” dalam klausa “Bila semua orang ikut MLM” tidak bisa digunakan untuk menyatakan sistem MLM sebagai sesuatu yang merugikan, karena dalam masalah ini, klausa “Bila semua orang ikut MLM” menunjukkan 2 kemungkinan yaitu:







        1. Kemungkinan tidak akan habisnya masyarakat yang bisa direkrut.




        2. Kemungkinan akan habisnya masyarakat yang bisa direkrut.











Dari kedua kemungkinan ini, yang terbukti secara faktual dan statistikal sedang terjadi adalah kemungkinan yang pertama, yaitu tidak akan habisnya masyarakat yang bisa direkrut, sebab terbukti bahwa masih ada 95% penduduk yang bisa direkrut. Ditambah fakta bahwa umat manusia akan terus berkembang pesat dan beranak pinak hingga akhir dunia.


Sedangkan kemungkinan sebaliknya (kemungkinan kedua), yaitu: bahwa masyarakat yang bisa direkrut akan habis, maka secara faktual ini belum terjadi dan belum terbukti terjadi, kalaupun kita paksakan kemungkinan ini terjadi, itupun hanya terjadi di dalam khayalan dan benak kita saja atau hanya terjadi pada penalaran sekilas setelah melihat secara sepintas lalu pada suatu sistem jaringan MLM atau hanya terjadi secara teoritis di atas kertas tanpa ada bukti sama sekali.


Secara statistik, kemungkinan terjadinya hal yang kedua ini hanyalah 5%, sebab kenyataannya baru 5% yang bergabung, sementara manusia bertambah terus yang menyebabkan angka 5% ini tidak beranjak naik.


Kasarnya, bila dikatakan “Bila semua orang ikut MLM,” maka bisa disanggah dengan klausa “Bila semua orang tidak ikut MLM” yang secara otomatis menggugurkan klausa pertama. Sebab kemungkinan “Semua orang ikut MLM,” tidak lebih besar dari kemungkinan “Semua orang tidak ikut MLM.”


Lalu apakah bisa kita berdasar dengan sesuatu yang masih kemungkinan?


Dalam hal ini terdapat kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa:


اَلاِحتِمَالُ لَيْسَ بِحُجَّةٍ


Kemungkinan, bukanlah hujjah (dalil).”




Karena kemungkinan habisnya masyarakat yang bisa direkrut ini belum terjadi, maka tidak bisa dijadikan alasan bahwa MLM akan menimbulkan “Dharar,” karena “Dharar” tersebut tidak pernah terbukti terjadi.







    • Fakta juga membuktikan bahwa manusia tidak akan berhenti berkembang dan beranak pinak (sampai hari kiamat) dengan kecepatan yang jauh melebihi kecepatan perkembangan jaringan MLM, sehingga mustahil tidak ada orang lagi yang bisa direkrut. Kondisi ini sama persis dengan perkembangan da’wah Islam yang kita tahu benar kenyataannya; bahwa meskipun dengan jutaan ulama’ dan muballigh yang menyeru kepada Islam dengan iming-iming surga sepanjang 14 abad sejak Rasulullah SAW, tetap saja kaum kafir dan musyrik tidak berkurang, bahkan bertambah. Oleh karena itu, kenapa tidak kita katakan juga; bahwa meskipun jutaan pemain MLM “menyeru” dan mengajak umat manusia bergabung di MLM dengan iming-iming milyaran rupiah, tetap saja yang menolak tidak berkurang, bahkan bertambah.




    • Fakta juga membuktikan bahwa Amway, perusahaan pertama bersistem MLM, masih tetap eksis setelah 40 tahun dan tidak kehabisan orang untuk direkrut.




    • Tidak ada statistik, catatan, sensus ataupun bukti sama sekali yang menunjukkan bahwa anggota terakhir tidak mendapati orang yang bisa direkrut. Yang ada hanyalah, bahwa teori “Dharar” ini hanya berdasar teori di atas kertas dan Wahm belaka. Jika memang sekarang terbukti ada anggota terakhir yang tidak mendapat orang yang bisa ia rekrut, maka pastilah ia hidup sebatang kara di gurun atau di hutan, atau seperti biasanya, bahwa anggota terakhir tersebut duduk diam di rumah dan tidak bekerja sehingga dia merugikan dirinya sendiri. Hal ini ibarat pengusaha kelontong yang sejak mendirikan toko, ia tidak pernah membukanya sehingga menimbulkan “Dharar” pada dirinya sendiri. Namun, bukankah tidak ada yang melarang pedagang tersebut untuk menutup tokonya?




    • Jika seseorang membeli mobil dengan harga 100 juta lalu ia jual kembali secara rela dengan harga 75 juta kepada orang yang tahu betul kalau harganya adalah 100 juta, sehingga dipastikan si penjual rugi 25 juta, maka jual beli seperti ini akan kita anggap sah dan boleh meskipun jual beli tersebut jelas mengandung “Dharar” sebesar 25 juta. Lalu mengapa kita tidak mengatakan hal yang sama kepada seseorang yang membayar uang pendaftaran sebesar 100 ribu rupiah dengan suka rela yang ia tahu betul ia tidak akan mendapatkan anggota yang bisa ia rekrut sehingga ia akan rugi 100 ribu rupiah?




    • Jika kita membolehkan seseorang bergabung dengan klub mobil antik dengan membayar 100 ribu rupiah sebagai uang pendaftaran tanpa mendapatkan fasilitas apapun kecuali acara konvoi di jalanan setiap minggu. Kenapa kita tidak membolehkan seseorang bergabung dengan MLM dengan membayar uang pendaftaran 100 ribu rupiah tanpa mungkin bisa mendapatkan 1 orang pun yang bisa ia rekrut? Apakah ini kerugian dan “Dharar” yang terlarang?




    • Faktanya, sistem bunga bank yang jelas-jelas menimpakan “Dharar” kepada orang lain dianggap halal dan mubah, sementara MLM yang tidak pernah terbukti “Dharar”-nya kecuali dalam khayalan malah dianggap sesuatu yang “Dharar.”




    • Faktanya, sistem supermall, supermarket, hypermarket yang jelas-jelas menimpakan “Dharar” kepada pedagang-pedagang kecil dianggap halal dan mubah, sementara MLM yang tidak pernah terbukti “Dharar”-nya kecuali -sekali lagi- dalam khayalan malah dianggap sesuatu yang “Dharar.”




    • Faktanya, menghisap rokok yang jelas-jelas terbukti secara klinis mengandung 2000 macam racun dan menimpakan “Dharar” kepada diri sendiri dan orang lain dianggap halal dan mubah, sementara MLM yang tidak pernah terbukti “Dharar”-nya kecuali -satu kali lagi- dalam khayalan malah dianggap sesuatu yang “Dharar.”




    • Faktanya, fihak yang menganggap MLM mempunyai unsur “Dharar” pada orang lain, ternyata adalah masyarakat yang tidak pernah mencoba MLM, tidak pernah merasakan bagaimana susahnya merekrut, membina dan membantu orang, sehingga memvonis sesuatu yang ia tidak mengerti betul hakikatnya.




    • Faktanya, orang-orang sukses yang berada pada posisi teratas dalam jaringan MLM, mereka sudah menanamkan puluhan juta rupiah untuk usahanya tersebut yang jelas-jelas ini menimbulkan “Dharar” atas dirinya sendiri, namun tidak pernah dianggap “Dharar. Sementara “Dharar” pada anggota terakhir -yang belum pernah terbukti sama sekali- dianggap sebagai “Dharar.”




    • Oleh karena itu, perlu kita fahami dengan teliti, mana “Dharar” yang tidak diperbolehkan, dan mana yang diperbolehkan. Mana sesuatu yang betul-betul “Dharar” dan mana sesuatu yang nampak luarnya saja “Dharar.”






  1. Apakah anggota yang direkrut harus membayar kepada anggota yang merekrutnya?




Jawab:


Tidak sama sekali, sebab yang membayar seluruh komisi dan bonus adalah perusahaan.





  1. Apakah MLM merupakan cara instan untuk kaya mendadak?




Jawab:







    • Fakta membuktikan bahwa 100% orang-orang yang sukses di MLM telah bekerja terus menerus pada 2-3 tahun pertama dengan menginvestasikan dana lebih dari 25 juta untuk biaya promosi, perjalanan keliling, membina dan membantu anggotanya hingga mampu mandiri.




    • Hasil maksimum baru dapat dinikmati setelah 4 tahun menekuni MLM. Maka ini sama saja dengan seorang pengusaha konstruksi menginvestasikan 5 milyar rupiah selama 10 tahun dalam pembangunan sebuah hotel hingga mencapai break even point (titik impas) setelah 10 tahun berdirinya hotel tersebut dan mulai merasakan keuntungan setelah 20 tahun sejak ia membangun hotel tersebut.




    • Fakta membuktikan bahwa 100% orang-orang yang gagal di MLM adalah kutu loncat yang suka berpindah-pindah dan tidak mau merekrut atau membina anggota. Sehingga tidak ada peserta MLM yang kaya mendadak tanpa kerja.






No comments:

Post a Comment

Terbaru

recentposts

Sementara Itu

randomposts